Kamis, 01 November 2012

Surat cinta untuk nada



SURAT CINTA UNTUK NADA




18 Juni 2010. Saat seorang perempuan sipit sedang asyik tiduran, tiba-tiba saja handphonenya berbunyi tanda ada SMS. Diraihnya handphone itu dan dibacanya sebuah sms.
From: Budi jelek ;p
Nad, gue suka sama lo.
mau jdi pacar gue nggak ??
Ia yg pada saat itu sedang tidur-tiduran,langsung bagun tempat tidurnya. Dua menit ia sudah berfikir. Mau jawab apa nih? Padahal, setiap harinya mereka selalu bertengkar.
Mungkin nggak sih 'musuh' malah nembak dia? Mungkin saja! Buktinya, terjadi padanya. Apa cowok itu kena karma? Entahlah.
Handphone perempuan sipit ini kembali berbunyi tanda ada telefon. Cewek itu belum mau mengangkatnya. Ia hanya memutar-mutar handphonenya. Tiba-tiba saja handphonenya tidak berdering lagi. Tak lama, handphone itu berdering. Diangkatnya telefon itu. Cowok itu.

Masih bicara sama apa yang ia SMS-kan kepada sang cewek. Butuh waktu tiga menit sang cowok menunggu jawabannya. Ada sedikit anggukan dan senyuman yang terdapat pada wajah sang cewek. Ya, mereka jadian.

***
Hari pertamaku menjadi anak kelas 9 SMP. Nothing special. Menurutku memang tidak ada yang spesial sama sekali menjadi anak kelas 9 SMP. Malah nambah beban. Mau Ujian Nasional pula. Huh?! Aku hanya menggerutu. Baru saja bisa senang-senang dikelas 8 sudah naik kekelas 9 saja. Ya, disyukuri saja lah.
"Des, kusut banget muka lo!" ucap perempuan sipit itu. Namanya Nada.
"Asem lo!" balasku.
"Muka lo emang kusut mulu kali, Des." tiba-tiba saja seorang cowok berdiri disamping Nada.
"Budi! Lo tuh ngagetin aja kayak hantu," kata Nada. Budi hanya meringis.
"Sono gih ke barisan, mau upacara juga." celaku.
"Lo jadi pemimpin upacara, Des?" tanya Budi. Aku hanya mengangguk.
"Goodluck!" kata Nada. Aku tersenyum. Mereka berdua pun bergandengan tangan dan segera kembali ke barisan masing-masing.
Hampir satu jam yang lalu upacara sudah usai. Tapi, tak membuat anak-anak bergegas pulang. Malah masih ada yang di sekolah hanya untuk sekedar kangen-kangenan atau cerita tentang liburannya.
"Bah, gerah gue!" ketusku.
"Napa lo?" tanya Nada.
"Lo berdua tuh ya, udah tau ada gue, masiiiiiiiih aja dikacangin! Gue mau balik ah," kataku sambil membawa tasku.
"Yah ngambek deh si Desty." keluh Budi.
"Bodo!" kataku yang mendengar ucapannya Budi. Mereka berdua hanya nyengir.
"Aku juga pulang deh, Nad. Nggak ada yang jagain rumah." kata Budi, melihat kepulanganku.
"Yaaaaah Budi, yaudah deh." kata Nada. Budi yang kebetulan membawa motor pun mengambil motornya dan bergegas pulang. Aku yang masih belum pulang karena masih menunggu di gerbang melihat kepulangan Budi.
"Pulang, Des." pamitnya.
"Sono gih,"
"Yeeeee" Aku hanya menjulurkan lidahku dan tertawa. Nada menghampiriku. Ia juga belum dijemput pulang.
"Ojeeeek, dimanakah engkau berada~" kataku sambil bernyanyi asal.
"Dihatimu~"
"Jijik banget, Da." balasku. Kami berdua tertawa. Sudah hampir 30 menit, kami berdua tak pulang. Sama-sama belum dijemput. Untungnya, masih banyak siswa yang belum pulang.
"Nada!!!!!!!" begitu seseorang memanggil lawan bicaraku kali ini. Kami berdua sangat mengenal suara itu. Kami pun menoleh ke arah sumber suara. Aku melihat seulas senyum lebar terlihat jelas di wajah Nada. Budi membawa setangkai bunga mawar putih dan bisa dipastikan bunga itu untuk Nada.
Hanya dalam sekejap, bunga mawar putih itu terlempar ke udara dan mawar putih itu berubah menjadi berwarna merah darah segar. Aku masih tak percaya. Nada hanya berlari seperti orang kesetanan. Ia hanya bisa memeluk kekasihnya itu. Aku hanya berdiri mematung dan menutup mulutku. Siswa-siswa yang masih di sekolah pun segera berlari dan mengerubungi korban kecelakaan mobil itu. Si penabrak pun sudah berlari entah kemana.
***
Hari itu juga, dilakukan pemakaman. Semua sedih dengan kepergian Budi. Budi benar-benar pulang dan nggak akan pernah kembali lagi. #MBD (Genk-nya Nada) pun turut sedih dan aku pun juga. Aku mengikuti upacara pemakaman itu. Nada hanya bisa menangis dan memeluk batu nisan Budi.
"Sabar Nad..." ucap Thania. Ia sangat tau betapa terpukulnya Nada dengan kepergian Budi yang benar-benar didepan matanya sendiri.
Aku tak berani untuk bersuara. Ku lihat ada seseorang yang ingin merangkul pundak Nada tapi tak bisa. Tembus pandang.
"Budi!" ucapku tiba-tiba. Nada menoleh kearahku.
"Ha?! Des, lo bilang apa?!!!" tanya Nada. Aku hanya menggeleng.
"Salah denger lo!" kataku, sendu. Nada hanya menghela nafas. Dipeluknya lagi batu nisan itu.
'Sejak kapan gue bisa liat yang kayak gituan?! Astaga, apaan lagi nih?!' batinku.
"Gue lihat apa yang lo lihat," kata Oji. Aku hanya menoleh. Ku tinggalkan pemakaman itu dan kembali kerumah. Aku takut ada hal-hal yang aneh lagi yang ku lihat. Aku hanya pamit kepada Dhaifina dan Karina. Aku takut mengganggu Nada.
***
Pulang dari pemakaman itu...
Aku gelisah. Masih berfikir tentang apa yang kulihat tadi siang. Aku masuk kedalam rumah dan memegang knop pintu kamarku. Kubuka pintu kamarku dan segera menyalakan lampu kamar.
"Ass...tagfirullahal adzim!" ucapku, kaget. "Budi?!" kataku lagi.
"Gue kaget, Des lo bisa liat gue." katanya. Benar! Dia...Budi.
"Gue juga kaget. Padahal dulu-dulu tuh gue nggak bisa. Gue juga heran kenapa bisa," keluhku. "Heh, ngomong-ngomong lo nggak sopan ye masuk kamar orang seenak udel lo tau nggak?! Kalo gue lagi ganti baju gimana?!" ketusku.
"Yeh, kalo lo lagi ganti baju sih itu bonus buat gue." katanya enteng. Aku ingin menoyor Budi tapi nggak bisa.
"Tembus..."
"Lo tau kan gue hantu?" tanyanya. Aku hanya tersenyum.
"Gue mau ngasih sesuatu ke Nada. Tapi, gue harap lo jangan bilang sama Nada." katanya. Aku hanya mengangguk. Tiba-tiba, sosok Budi hilang dari hadapanku.
"Bud.. Budi..." panggilku. Tetapi, yang dipanggil tidak kembali lagi.
***
Hari-hari Nada hanya bisa ia isi dengan menangis setelah kepergian Budi yang nggak akan kembali lagi. Ia sangat murung. Setiap harinya sepulang sekolah, ia hanya bisa mengurung diri dikamarnya. Nggak ada satupun yang bisa meluluhkan hatinya untuk bisa seceria dulu.
Aku dan para #MBD sudah mati-matian membujuknya agar melupakan Budi, tetapi tetap saja ia tak mau melupakannya. Aku jadi teringat kedatangan Budi kekamarku beberapa waktu yang lalu, itu hari terakhirku bertemu Budi. Aku nggak pernah liat lagi sosok Budi.
"Gue ke toilet dulu ya," ucapku. Aku segera pergi ke toilet. Saat selesai di toilet, tiba-tiba pintu toilet tertutup dan terkunci. Aku benar-benar panik.
"TOLONG!!!! WOY!!!!! ADA ORANG DIDALEM!!!!!!!!" teriakku. Tak ada satupun yang menyaut.
"Des! Desty!" panggil seseorang. Aku menoleh pelan.
"Budi?!" kataku.
"Sorry, bikin lo kaget. Ada yang mau gue omongin." katanya. Aku hanya menyerngitkan dahi. "Gue mau bawa Nada kesini. Ke alam gue," katanya. Ia pun segera pergi. Aku hanya melotot. Tiba-tiba, pintu tidak terkunci dan terbuka lagi.
"Ini nggak bisa dibiarin!" ucapku, tegas. Aku langsung berlari kekelas.
***
Hari berikutnya, Nada mengambil sebuah tali yang lumayan panjang dan pergi keluar kelas. Berkali-kali para #MBD serta aku memanggilnya tetapi tetap saja ia tak mengacuhkannya. Seperti orang terhipnotis, ia berjalan kearah toilet.
"Perasaan gue nggak enak," kataku tiba-tiba. Kami pun segera berlari mengikuti Nada. Benar saja, Nada berjalan ke arah toilet. Aku masih teringat dengan perkataan Budi kemarin.
Gue mau bawa Nada kesini. Ke alam gue.
"Sinting!" desisku. Semua anak #MBD menoleh kearahku. "Kenapa?"
"Yeee lo yang kenapa!" ucap Sasa.
"Maap. Maap" kataku, meringis. Saat kami ingin masuk kedalam toilet, pintu tolilet tertutup dengan suara keras. Tiba-tiba saja sebuah pisau menancap pada pintu dan mengeluarkan darah.
"Astagfirullah!" ucap kami semua.
"Anjrit! Hampir mati gue," kata Fertita yang sudah lima sentimeter didepan pisau itu.
"Dulu lo punya kekuatan visualisasi masa lalu dan masa depan kan, Des? Lo nyelamatin Ijer dkk kan, Des? Kenapa sekarang lo nggak selamatin Fertita?" tanya Dhaifina bertubi-tubi. Aku hanya mematung.
'Kekuatan gue hilang dan sekarang cuma punya kekuatan ngelihat 'sesuatu' itu.' batinku.
"Sek," panggilku. Sekar hanya menoleh. "Samping lo ada tuyul mau nyuri handphone lo," kataku, cuek. Semua panik dan langsung mengumpat kebelakangku.
"Jadi......lo sekarang bisa liat......." kata Dhaifina, sedikit tak percaya. Aku hanya mengangguk. Kami baru ingat apa yang mau kami lakukan. Kami akhirnya mendobrak pintu toilet itu bersama-sama. Hampir lima kali benar-benar nggak bisa dibuka. Akhirnya, kami meminta beberapa teman cowok untuk mendobraknya. Brak! Berhasil.
"NADA!!!!!!!!!" teriak para #MBD begitu melihat sahabatnya yang satu ini hampir bunuh diri. Nada pun jatuh tak sadarkan diri. Kami pun membawanya ke ruang UKS.
***
Sejak kejadian itu, sekolah merenovasi ulang sekolah takut ada kejadian seperti itu lagi dan sampai sekarang pun aku masih menyimpan rahasia itu. Rahasia tentang rencana Budi. Yang mau membawa Nada ke alamnya. Banyak yang menyimpulkan bahwa sekolah kami berhantu, atau sekolah kami tempat para 'hantu' itu bunuh diri.
***
Setahun kemudian...
Setelah kematian Budi, Nada pun tak seceria dulu. Walaupun nilai-nilainya stabil, tetapi dia pasif. Komunikasi pun jarang dan hanya perlu saja kalau itu memang penting banget. Kini, kami sudah lulus. Kebetulan aku masuk SMA sama seperti Nada.
"Itu Budi?" tanya Nada. Aku tak menjawab. Yang aku tak percaya, kini ada seseorang yang persis dengan Budi.
'Itu bukan Budi.' jawabku dalam hati. Sejak kejadian itu, aku tak bisa melihat 'sesuatu' dan kejadian-kejadian masa lalu dan masa depan. Entah kenapa tiba-tiba saja kekuatanku itu hilang.
"Iya itu bukan gue..." bisik seseorang. Aku hanya kaget. Sambil mengangguk kecil, aku mencari ke arah sumber suara.
"Kenapa Des?" tanya Nada. Aku hanya menggeleng keras. Aku membenarkan letak kacamataku. Ku amati sosok itu. Ya, itu bukan Budi. Tetapi, mukanya benar-benar mirip dengan Budi. Aih! Siapa dia?!
Sosok itu tiba-tiba saja menghampiri kami. Aku dan Nada. Seulas senyum terlihat jelas diwajah Nada. Apa ia mengira itu Budi? Wait, itu bukan Budi!!!!
"Lo kenapa liatin gue terus?!" tanyanya.
"Pengen banget diliatin...lo," kataku sedikit hati-hati.
"Jelas-jelas aja lo liatin gue. Naksir lo ya? Atau lo nyadar gue ganteng?" tanyanya.
"Budi..." ucap Nada. Aku terbelalak.
"Dia bukan Budi, Nad.... Budi udah nggak ada. Budi udah....." Nada memotong perkataanku.
"Budi mati?! Iya?! Dia nggak akan mati!!! Dia nggak mati!!!!!!" teriaknya histeris. Sampai-sampai banyak orang yang melihat ke arah kami. Aku hanya cuek.
"Sampe kapan lo nggak terima kenyataan Budi udah mati?!" kataku. Akhirnya, aku meninggalkan Nada. Sedikit emosi. Hey, aku belum tau siapa nama orang itu? Kenapa ia mirip sekali dengan Budi. Kuputuskan untuk kembali lagi dan menemui orang itu.
"Eh, nama lo siapa?" tanyaku.
"Surya... Surya Prasetyo."
***
Stres. Dua orang yang hampir sama wajahnya dan sama pula namanya. Apa benar-benar ada di dunia ini? Astaga, apa maksudnya? Surya Budi dan Surya Prasetyo. Ini benar-benar membuatku sinting. Setiap harinya Nada memaksaku agar melacak siapa Surya Prasetyo itu. Entahlah, aku juga baru mengenalnya sekarang.
"Bud, apa dia jin utusan lo biar dateng nemuin Nada?!" tanyaku yang aku tau tidak akan ada jawabannya.
***
Aku berjalan menyusuri lorong sekolah. Sepuluh menit lagi bel masuk setelah istirahat. Jarang-jarang aku keluar kelas, biasanya aku hanya didalam kelas. Aku melangkah menuju taman sambil memakan beberapa snack yang kubeli tadi di kantin. Aku melihat dua sosok yang sedang bercanda ria. Terdapat suara tawa yang lepas dari mulut Nada.
"Syukur deh bisa liat Nada kayak gitu lagi..." ucapku.
***
Hati seorang 'Surya Prasetyo'...
"Ketawa lo minta dibayar tau nggak, Nad!" ketus seorang cowok bernama Surya itu.
"Hahaha lo lucu sih. Lagian sok-sokan sih bawa motor nggak megang stang-nya. Nyium got kan lo! Hahaha..." tawa Nada. Surya hanya mencibir.
"Ehm. Nad, gue suka sama lo" ucap Surya, lancar. Banget. Tawa Nada tidak terdengar lagi. Ia diam. Surya hanya menghela nafas.
"Gue tau, lo dulu punya pacar. Namanya mirip kan sama gue? Mukanya juga mirip. Dia ninggalin lo karena dia meninggal ketabrak mobil. Ehem, Nad, menurut gue lo harus buka lembaran baru. Yang udah lalu ya berlalu aja. Nggak usah lo liat ke belakang. Masa depan lo masih panjang. Gue yakin, pacar lo itusedih liat lo berubah. Walaupun gue nggak tau lo dari dulu banget, tapi karakter lo tuh gampang ditebak. Lo nggak bisa bohong..."
"Lo benar soal itu." ucap Nada sambil tersenyum. "Sampai sekarang dia belum bisa tergantikan di hati gue..." kata Nada lagi.
"Gue tunggu lo sampe lo siap,"
***
Saat Surya pulang dari sekolah, ia membawa motor bebek kesayangannya. Sambil menyanyikan lagu kesukaannya, ia menyusuri jalan-jalan di kota Jakarta. Tetapi, ia merasakan ia dipeluk seseorang. Bulu kuduknya merinding. Badannya pun merasa dikelitiki seseorang.
"Aduh geli woy!!!!!!!!!!! Siapa sih?!" ucapnya ketus. Ia memberhentikan motornya dipinggir jalan. Ia melihat kebelakang dan seluruh penjuru matanya.
"Nggak ada orang." kata Surya. Ia membuka helmnya. "Jangan-jangan........ssss.....seetan!!!!!!!!!!" Ia segara memakai helm-nya dan menancap gas secepat mungkin agar sampai rumah dengan cepat.
"Dasar bego, baru digituin aja kabur..."
***
Akhir-akhir ini, memang Surya suka banget ketiban sial. Bukan hanya dikelitiki tempo hari. Seperti hari ini, saat ia masuk kekamar mandi. Byurrrrrrrrrr!!!!!!
"ANJRIT!!!!!!!!!!!!!!!!!!!" teriaknya. Air beserta ember jatuh kekepala Surya saat ia membuka pintu toilet laki-laki.
"Siapa sih yang bikin kerjaan kampungan gini?!" kata Surya, marah. Ia melempar ember itu dan segera keluar dari toilet. Ia menemui aku dan Nada. Kami berdua pun tertawa.
"Surya! Lo mandi?" tanyaku. Surya hanya mencibir.
"Lo ngapain coba basah kuyup gitu?" tanya Nada sambil terkikik geli.
"Tadi gue masuk toilet, tiba-tiba ada ember sama air eh basah deh" ceritanya, singkat. Aku dan Nada tertawa lagi. "Terus!!! Terus!!! Terus aja tawa!" ketus Surya.
"Hahaha... maaf maaf. Eh, ikut gue ke taman yuk!" ajak Nada.
"Lah gue gimana?" tanyaku, sambil manyun.
"Ya, lo disini dulu lah, taplak!" toyor Surya lalu langsung ngibrit ke arah taman diikuti Nada yang berlari mengejar Surya.
***
Nada duduk ditaman diikuti Surya. Hening. Tidak ada yang mengeluarkan suara. Nada mulai berdehem.
"Ehem... Surya..." katanya. Surya hanya menoleh.
"Lo boleh gantiin Budi dihati gue.." kata Nada, sambil tersenyum tanpa menoleh Surya. Mata Surya terbelalak.
"Really?!"
"I'm really sure..." aku tersenyum melihatnya. Hehehe sedikit nguping juga boleh kan ;p.
"Tapi, kalo gue emang nggak sepenuhnya gantiin pacar lo itu dihati gue, gue nggak papa kok. Gue jadian sama lo aja udah bersyukur." kata Surya. Aku hanya tertawa tanpa suara. Tiba-tiba saja Budi datang kehadapanku. Waduh!
"Bud...maaf...." kataku, sedikit menunduk. Aku takut Budi marah karena Nada punya pacar baru.
"Nggak papa, Des. Daripada gue bawa Nada sama gue. Mending sama dia kan? Tolong kasih surat ini buat Nada. Gue udah nggak akan dateng lagi ke sini. Makasih ya Des udah simpen rahasia gue selama ini." kata seorang Budi yang tiba-tiba menghilang. (Ini perasaan banyakan tiba-tiba ye).
"Bud! Bud!" aku hanya menghela nafas. Terlambat. Kuputuskan untuk memberi surat titipan dari Budi kepada Nada.
"CIE YANG UDAH JADIAN!!! PEJEPEJEPEJE!!" kataku, girang.
"Nguping lo ya?!!!!!!" tanya Nada dan Surya bersamaan.
"Ngintip dikit," jawabku, asal. Aku langsung mendapat toyoran dari pasangan baru itu. Aku pun teringat sesuatu. "Nad, ini..." kataku memberi sebuah surat kepada Nada. Nada mengambilnya dari tanganku. Ia melihat nama seseorang tertulis diamplop berwarna ungu yang dikolaborasikan dengan warna hijau.
"Dari Budi..." lirih Nada. Buru-buru ia membuka surat itu dan membacanya.
Dear Nada...
Mungkin kamu kaget tiba-tiba saja ada surat ini ditangan kamu dan penulisnya adalah aku. Surya Budi. Aku cuma ingin bilang, aku minta maaf, aku nggak bisa jagain kamu. Aku hanya bisa jagain kamu dari jauh. Jauuuuhhh sekali. Kita di alam yang berbeda.
Aku sedih liat kamu nggak seceria dulu. Aku harap kamu bahagia dan baik-baik saja. Aku juga mau minta maaf sama pacar baru kamu. Surya Prasetyo. Aku udah sering jahilin dia. Ngelitikin dia di motor, naro ember berisi air diatas pintu toilet. Aku minta maaf...
"Jadi dia yang ngerjain gue?" tanya Surya.
Aku harap kamu jangan lupain aku. Aku ikhlas kamu punya kekasih baru. Tadinya, aku berfikir akan bawa kamu kesini. Ke alamku. Tapi, setelah aku fikir-fikir, hidupmu masih panjang. Masa depan mu masih panjang. Kamu pantas untuk bahagia, bukan sama aku pastinya. You smile I smile...
With Love,
Surya Budi
Terlihat Nada menangis sejadi-jadinya membaca surat itu. Aku hanya menepuk pelan pundaknya.
"Lo udah punya Surya, Budi cuma masa lalu..." kataku. Nada segera menghapus air matanya dan mengangguk cepat.
"Budi, gue nggak bakal lupain lo. Gue janji nggak akan sedih lagi. Lo tetep dihati gue. Gue bakal bahagia! Bahagia walaupun nggak bersama lo, Budi... Masih ada Surya disini...."
"Gue janji, pacar lo ini bakal bahagia sama gue, Budi. Walaupun gue nggak tau lo, tapi gue bisa ngerasain lo ada disini. Boleh ya, cewek lo buat gue?" kata Surya. Seulas senyum terlihat di wajah Nada. Kami bertiga melihat sosok Budi yang tersenyum lalu ia melambaikan tangannya dan sosok itu menghilang. Dan nggak akan pernah kembali lagi....selamanya.       

THE END


Sebuah cerita dari NADA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar